Sosok Pencetus titik dalam al-Qur'an

7:26 PM


Abu al-Aswad ad-Duali pencetus titik (Nuqthah) dalam al-Qur'an. Nama lengkap Dzalam ibn Amru ibn Sufyan ibn Jandal ibn Yu’mar ibn Du’ali.[1] Nama Du’ali dinisbatkan kepada kabilah Dual dari Bani Kinanah. Dilahirkan pada tahun 603 M di Basrah dan Wafat tahun 688 M pada usia 85 tahun. Abu al-Aswad ad-Duali merupakan seorang tabi'in dan murid dari khalifah keempat Ali bin Abi Thalib.

PENCETUS ILMU NAHWU

Abu al-Aswad ad-Duali disebut juga sebagai pencetus ilmu tata bahasa (Nahwu dan Sharaf). Ibnu Qutaibah mengatakan bahwa Abu al-Aswad ad-Duali adalah orang yang pertama kali menulis kitab tentang ilmu nahwu setelah khalifah Ali bin Abi Thalib.[2] Abu al-Aswad ad-Duali pernah diberikan sebuah lembaran yang bertuliskan :

الكَلَامُ كُلُّهُ اِسْمٌ وَفِعْلٌ وَحَرْفٌ

Perkataan itu mencakup isim, fiil, dan hurf

فَالإِسْمُ مَا دَلَّ عَلَى الْمُسَمَّي

Isim adalah suatu yang menunjukan kepada nomina

وَالفِعْلُ مَا دَلَّ عَلَى الحَرَكَةِ

Fiil adalah sesuatu yang menunjukan perbuatan

وَالحَرْفُ مَا جَاءَ لِمَعْنَى لَيْسَ بِاِسْمٍ وَفِعْلٍ

Hurf adalah sesuatu yang memiliki arti namun bukan termasuk isim dan fiil

                Setelah memberikan lembaran tersebut, khalifah Ali bin Abi Thalib mengatakan:

إِنْحَ النَحْوَ هذَا

"Buatkan contoh seperti ini".

Perintah inilah kemudian yang menjadikan ilmu ini disebut dengan ilmu nahwu. Dan hal inipula yang menjadi dasar penulisan ilmu nahwu oleh Abu al-Aswad ad-Duali dikemudian hari. Setelah meminta izin kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk menulis seperti apa yang ditulis sang khalifah.

PENULISAN TITIK DI AL-QUR'AN


Penulisan titik dalam al-Qur'an atas perintah Ziyad ibn Abihi yang merupakan Gubernur Basrah ketika itu, di bawah kepemimpinan Muawiyah ibn Abi Sufyan. Hal ini dikarenakan banyaknya ditemukan kesalahan dalam membaca al-Qur-an, khususnya Non-Arab. Islam sudah menyebarluas ke berbagai negara, sehingga diperlukan tanda pada huruf al-Qur'an agar bisa membedakan antara yang dibaca "a", "I", "u". karena kesalahan bacaan dalam al-Qur'an menimbulkan makna yang berbeda,

Seperti yang pernah terjadi, Abu al-Aswad ad-Duali pernah mendengar seseorang membaca ayat ketiga (3) pada surat at-Taubah :

اَنَّ اللّٰهَ بَرِيْۤءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلِهُ

Yang menimbulkan arti : "Allah berlepas diri dari orang-orang Musyrik dan Rasul-Nya."  Mendengar hal tersebut Abu al-Aswad ad-Duali berucap "Maha Suci Allah, Dia tidak pernah berlepas diri dari Rasul-Nya". Kesalahan pembacaan yang terjadi adalah pada lafadz " " وَرَسُوْلهُ yang seharusnya dibaca "u" pada huruf "lam" dengan Dhammah, akan tetapi dibaca "I" dengan kasrah, sehingga menimbulkan arti yang berbeda dan merupakan kesalahan yang fatal. Seharusnya artinya "Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang Musyrik

Dalam kasus yang lain, ketika Abu al-Aswad ad-Duali sedang berjalan dengan putrinya pada suatu malam, kemudian sang anak mengucapkan :

مَا احْسَنُ السَّمَاءِ

Yang berarti "Apakah yang paling bagus di langit ?"

Pendapat lain

مَا أَجْمَلُ السَّمَاءِ

Yang berarti "Apakah yang paling indah di langit ?"

Tanpa dia sadari bahwa ungkapan yang diucapkan adalah bentuk pertanyaan, bukan kekaguman.

Kemudian ayahnya menjawab :

نُجُوْمُهَا

Yang berarti "Bintang-bintangnya".

Sang anak menyanggah dengan mengatakan :

إنّما أرادتُ التّعجبَ

"Saya hanya ingin mengungkapkan kekaguman".

Kemudian ayahnya mengatakan bahwa ungkapan yang dia gunakan salah, karena ungkapan tersebut adalah bentuk pertanyaan. Seharusnya yang diucapkan adalah :

مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ

Yang berarti "Betapa indahnya langit ini".[3]

Dari beberapa latar belakang kesalahan yang terjadi inilah kemudian Abu al-Aswad ad-Duali memberikan titika pada al-Qur'an.



[1] Muhammad Said Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Penj, Khoirul Amru Harahap dan Achmad Faozan, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), Hal. 376.

[2] Abdul Hadi Fadli, Markaz ad-Dirasah an-Nabawiyah, (Urdun: Maktabah al-Manar, 1986), Hal. 9.

[3] Muhammad al-Thahthawiy, Nasyatu an-Nahwu wa Tarikh Asyhuria an-Nuhah, (Mesir: al-Azhar, 1969), Hal. 9.

You Might Also Like

0 comments

berkomentarlah dengan bijak